Kamis, 14 Februari 2013

ISIM MUTSANNA

Isim ditinjau dari jumlahnya terbagi kepada 3 macam: Isim mufrod, isim mutsanna, dan jama'.
Isim mufrod telah dibahas di pelajaran nahwu 11.

-----------------------------------

Isim Mutsanna adalah isim yang menunjukkan jumlah dua.
Misal:
Dua orang muslim (مُـسْـلِـمَانِ - مُسْــلِـمَـيْنِ) (muslimaani atau muslimaini);
Dua orang muslimah (مُسْـلِـمَــتَـانِ - مُـسْلِـمَـتَـيْـنِ) (muslimataani atau muslimataini).

Cara membuat isim mutsanna:

“harokat akhir dari isim mufrod diganti fathah, kemudian akhir kata tersebut ditambahkan alif dan nun atau ya dan nun, dengan nun-nya dikashroh

isim mufrad

Isim ditinjau dari jumlahnya terbagi kepada 3 macam: Isim mufrod, isim mutsanna, dan jama'

Isim Mufrod adalah isim yang menunjukkan jumlah tunggal (satu), baik mudzakkar ataupun muannats.
Misal:
Seorang muslim (مُسْـلِـمٌ) ; seorang muslimah (مُسْـلِـمَـةٌ.

MACAM-MACAM ISIM MU'ROB

Isim dilihat dari bentuknya terbagi kepada 9 macam, yaitu:

1. Isim mufrod
2. Isim mutsanna
3. Isim jama' mudzakkar salim
4. Isim jama' muannats salim
5. Isim jama' taksir
6. Isim yang lima (asmaul khomsah)
7. Isim maqshur
8. Isim manqush
9. Isim ghair munsharif

PEMBAGIAN JUMLAH MUFIDAH

Jumlah mufidah di dalam bahasa arab terbagi kepada dua:

1. Jumlah Ismiyyah.
Yaitu jumlah yang diawali dengan isim. Seperti:
أحَمدُ طالِبٌ (Ahmadu thoolibun) = Ahmad adalah seorang siswa. Jumlah (kalimat) tersebut diawali dengan أحمد sehingga dinamakan jumlah ismiyyah.

Demikian juga dengan kalimat زَيْـنَـبُ تَـكْتُـبُ رِسَـاَلةً (Zainabu taktubu risalaatan) = Zainab menulis sebuah surat.

2. Jumlah Fi'liyyah.
Yaitu jumlah yang diawali dengan fi'il. Seperti:
سَافَـرَ محمدٌ (Saafaro Muhammadun) = Telah berpergian Muhammad. Jumlah (kalimat) tersebut diawali dengan سَافَـرَ (Saafaro), dimana سَافَـرَ merupakan fi'il, sehingga dinamakan jumlah fi'liyyah.

Demikian juga kalimat ضَرَبَ الوَلَدُ كَلْباً (Dhoroba al-waladu kalban) = Telah memukul anak itu seekor anjing

Perhatian!
Dalam Bahasa Indonesia, kedua jumlah fi'liyyah di atas diterjemahkan :
Muhammad telah berpergian;
Anak itu telah memukul seekor anjing

Definisi Maf'ulun bih




Maf'ulun bih adalah isim manshub yang menjadi objek pekerjaan fa'il.

Secara bahasa Indonesia disebut objek.

Contoh kalimat:
قـرأتُ الـكـتـابِ (Qoro-tu al-kitaba) = Saya membaca buku. Maka kata al-kitaba (buku) adalah objek.  

Salah satu contoh yang terdapat di dalam Al-Qur'an:
و أحل الله البيع و حرم الربا (Wa ahallallahul bai'a wa harromar ribaa) = Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba (QS Al Baqoroh : 275).

Pada ayat di atas, kata "jual beli" dan "riba" adalah maf'ulun bih. Kata "jual beli" adalah maf'ulun bih dari kata kerja "menghalalkan", dan "riba" adalah maf'ulun bih dari kata kerja "mengharamkan".

Kaedah-kaedah Maf'ulun bih:

Maf'ulun bih dapat berupa:
  1. Isim mu'rob seperti contoh di atas. Kata al-kitab, al-bai'a, ar-riba, dll adalah contoh isim mu'rob.
  2. Isim mabni (Dhomir muttasil, dhomir munfashil, isim isyaroh, isim maushul). Contoh : رأيتك(roaituka) = Saya melihat kamu. Dhomir "ka" (kamu) adalah dhomir muttasil yang menempati kedudukan nashob sebagai maf'ulun bih).

Definisi Fa'il



Fa'il (subjek) adalah isim marfu' yang terletak setelah fi'il ma'lum (kata kerja aktif) dan merupakan pelaku dari suatu pekerjaan.

Penerangan

Fai'l itu hampir sama dengan subjek (di dalam bahasa Indonesia), hanya saja fa'il harus terletak setelah fi'il(kata kerja). Jadi kalau kita mau buat kalimat "Ahmad duduk", dalam bahasa arab kata kerjanya diawal sebelum fa'il (subjek), ُجلسَ أحمد (jalasa Ahmadu). Fa'il terdapat pada jumlah fi'liyyah (kalimat yang diawali dengan fi'il), sementara pada jumlah ismiyyah (kalimat yang diawali dengan isim), seperti أحمدُ جلس (Ahmadu jalasa), maka kata أحمدُ bukan dikatakan fa'il, tapi mubtada', karena kata أحمدُmerupakan isim yang terletak di depan kalimat, sementara fa'il harus terletak setelah fi'il.

Contoh-contoh Fa'il di dalam Al Qur'an

  • إذ قال يوسف (idz qoola yuusufu) = "ketika Yusuf berkata .. " (QS Yusuf 2)
  • إذ جاءك المنافقون (idz jaa-akal munaafiquun) = "Ketika Orang-orang munafik itu datang kepadamu" (QS Al Munafiquun : 1)
  • و قضي ربك ألا تعبدوا إلا إياه (wa qodoo robbuka alla ta'buduu illa iyyahu) = "Dan robbmu menetapkan bahwa janganlah kalian menyembah selain Dia" (QS Al Isro' : 23)
Dan sangat banyak sekali contoh-contohnya. 

Kaedah-kaedah Fa'il


  1. Jika fa'ilnya muannats, maka fi'ilnya ditambah ta' ta'nits (kadang hukumnya wajib, kadang boleh-boleh saja)

    Misal: حضرت المدرسة (hadorot al-mudarrisatu) = pengajar wanita itu telah hadir


  2. Jika fa'ilnya mufrod, atau mustanna, atau jama', maka fi'il selalu dalam keadaan mufrod

    Misal :

    • حضر المدرس (hadhoro al-mudarrisu) = Pengajar (lk2) itu telah hadir


    • حضر المدرسان ( hadhoro al-mudarrisaani) = Dua orang pengajar (lk2) itu telah hadir


    • حضر المدرسون ( hadhoro al-mudarrisuuna) = Pengajar-pengajar (lk2) itu telah hadir


    • حضرت المدرسة ( hadhorot al-mudarrisatu) = Pengajar (pr) itu telah hadir


    • حضرت المدرستان ( hadhorot al-mudarrisataani) = Dua orang pengajar (pr) itu telah hadir


    • حضرت المدرسات ( hadhorot al-mudarrisaatu) = Pengajar-pengajar (pr) itu telah hadir


  3. Perhatikan, walaupun isimnya (fa'ilnya) berbentuk mutsanna atau jama' sekalipun tapi fi'il tetap dalam keadaan mufrod.

Mubtada' (المبتدأ)




Definisi:

Mubtada' adalah isim marfu' yang terletak di awal kalimat.

Misal:


  • (الرجل مسلم) (Ar-rojulu muslimun) = Orang itu muslim

  • (الرجلان مسلمان) (Ar-rojulaani muslimaani) = Dua orang itu muslim

  • (الرجال مسلمون) (Ar-rijaalu muslimuuna) = Mereka itu muslim

Keterangan:


Perhatikan bahwa kata pertama pada ketiga contoh kalimat di atas (yaitu : Ar-rojulu,Ar-rojulaaniAr-rijaalu) adalah mubtada'.  Setiap mubtada' harus marfu'. Umumnya mubtada' terletak di awal kalimat, namun terkadang tidak (pada kasus-kasus tertentu). Secara umum juga, mubtada' itu ma'rifah (bukan nakirah), seperti pada ketiga contoh di atas, mubtada'-mubtada'nya ma'rifah dengan tanda adanya alif laam. Kecuali pada kasus-kasus tertentu mubtada' bisa nakirah.

Khobar Mubtada' (خبر المبتدأ)


Definisi:

Khobar adalah setiap kata atau kalimat yang menyempurnakan makna mubtada.
Misalnya seperti pada kalimat di atas, (yaitu muslimun,muslimaani, dan muslimuuna), ketiga kata tersebut adalah khobar, yang menyempurnakan makna mubtada'. Seandainya tidak ada khobar tersebut, maka kalimat di atas tidak akan dipahami maksudnya.
Di dalam bahasa Indonesia, setiap kalimat minimal harus berpola S P (Subjek Prediket), bisajuga S P O atau S P O K. Masih ingat pelajaran bahasa Indonesia kan? :)
Nah, di dalam bahasa Arab, kalau ada mubtada' maka khobar harus ada, polanya M K (Mubtada' Khobar),kalau tidak ada khobar maka belum menjadi kalimat yang sempurna. Paham?

Kaedah Khobar:


  1. Khobar harus sesuai dengan mubtada' dalam hal jumlah (mufrod, mutsanna, ataujama'nya). Bingung? Kalau bingung, coba baca  pelajaran sebelumnya ya. Atau bisa tanya di bagian komentar. Lanjut? OK!  Misalnya pada contoh dii atas, jika mubtada'nya mufrod (seperti Ar-rojulu), maka khobarnya pun harus mufrod, yaitu muslimun. Jika mubtada'nya mutsanna (seperti muslimaani), maka khobarnya pun harus mutsanna, yaitu muslimaani. Jika mubtada'nya jama' (sepertiAr-rijaalu), maka khobarnya pun harus jama', yaitu muslimuuna. Sudah paham sekarang?
  2. Khobar harus sesuai dengan mubtada' dalam hal jenis (mudzakkar atau muannats nya).
    Misalnya,
    Jika mubtada'nya mudarrisah (pengajar wanita) pada kalimat (المدرسة حاضرة) (Al-Mudarrisatu Hadiroh) = Pengajar wanita itu datang. Maka khobarnya harus muannats juga yaitu حاضرة(Haadiroh, bukan Haadir).

Definisi marfu’, manshub, dan majrur




Isim-isim yang marfu’ adalah isim-isim yang ber-i’rob rofa. Jama’ dari marfu’ adalah marfu’aat
Isim-isim yang manshub adalah isim-isim yang ber-i’rob nashob. Jama’ dari manshub adalah manshubaat.
Isim-isim yang majrur adalah isim-isim yang ber-i’rob jar. Jama’ dari majrur adalah majruroot.

Misal


Pada kalimat تـَعَـلـَّمَ أَحمَدُ اللغةَ العربيةَ في المسجدِ (ta’allama Ahmadu al-lughutal ‘arobiyyata fil masjidi ) = Ahmad belajar bahasa arab di masjid.

Kata أَحمَدُ ber-I’rob rofa’ sebab sebagai subjek (fa’il) dengan tanda dhommah (diakhir katanya). Karena ber-I’rob rofa’, maka kata kata أَحمَدُ tersebut dikatakan marfu’. Isim menjadi marfu’ dalam 6 keadaan, diantaranya adalah keadaan sebagai subjek (fa’il).

Kata اللغةَ ber-I’rob nashob sebab sebagai objek (maf’ul bih) dengan tanda fathah. Karena ber-I’rob nashob, maka kata kata اللغةَ tersebut dikatakan manshub. Isim menjadi manshub dalam 11 keadaan, diantaranya adalah keadaan sebagai objek (maf’ul bih).

Kata المسجدِ ber-I’rob jar sebab didahului huruf jar (yaitu في) dengan tanda kasroh. Karena ber-I’rob jar, maka kata kata المسجدِ tersebut dikatakan majrur. Isim menjadi majrur dalam 2 keadaan, diantaranya “didahului huruf jar”.


Keadaan-keadaan yang menyebabkan suatu isim menjadi marfu’, manshub, atau majrur


Isim-isim yang marfu’


Suatu isim menjadi marfu’ dalam 7 keadaan:
  1. Mubtada’ (المبتدأ)
    Yaitu isim marfu’ yang terletak di awal kalimat.

    Misal : الكتابُ جديدٌ (Alkitaabu jadiidun) = Buku itu baru
    Kata الكتاب (= buku) merupakan mubtada’, karena terletak di awal kalimat.


  2. Khobar Mubtada’ (الخبر)
    Yaitu yang menyempurnakan makna mubtada’.
    Pada kalimat الكتابُ جديدٌ di atas, kata جديدٌ (= baru) merupakan khobar, karena menyempurnakan makna mubtada’

  3. Isim kaana ( اسم كان) dan saudara-saudaranya
    Yaitu setiap mubtada’ yang dimasuki oleh kaana atau saudara-saudaranya.

    Misal : كان الكتابُ جديدًا (Kaana al kitaabu jadiidan) = (Adalah/dahulu) Buku itu baru.

    Kata الكتابُ (= buku) merupakan isim kaana, karena kata tersebut awalnya mubtada’, setelah dimasuki kaana, maka istilahnya bukan mubtada’ lagi, tetapi “isim kaana”.

  4. Khobar Inna (خبر إنّ) dan saudara-saudaranya
    Yaitu setiap khobar mubtada’ yang dimasuki oleh inna dan saudara-saudaranya.

    Misal : إنَّ الكتابَ جديدٌ (inna al kitaaba jadiidun) = Sesungguhnya buku itu baru.

    Kata جديدٌ (= baru) merupakan khobar inna, karena karena kata tersebut awalnya khobar mubtada’, setelah dimasuki inna, maka istilahnya bukan khobar mubtada’ lagi, tetapi “khobar inna”

  5. Fa’il (الفاعل)
    Yaitu isim marfu’ yang terletak setelah fi’il lil ma’lum (setelah kata kerja aktif) dan menunjukkan pada orang atau sesuatu yang melakukan perbuatan atau yang mensifati perbuatan tersebut. Dengan kata lain, Fa’il = subjek.

    Misal : قـَرأ الطالبُ رسالةً (Qoro-a at-Tholibu risaalatan) = Siswa itu telah membaca surat.

    Kata الطالبُ (= siswa) merupakan fa’il, karena terletak setelah kata kerja aktif (yaitu membaca), dan yang orang yang melakukan perbuatan (yang membaca adalah siswa), jadi siswa itu sebagai subjek.

  6. Naibul Fa’il (نائب الفاعل)
    Yaitu isim marfu’ yang terletak setelah fi’il mabni lil majhul (setelah kata kerja pasif) dan menempati kedudukan fa’il setelah dihapusnya fa’il tersebut.

    Misal : قـُرِأتْ الرسالةُ (Quri’at ar-Risaalatu) = Surat itu telah dibaca.

    Kata الرسالةُ (= surat) merupakan naibul fa’il, karena terletak setelah kata kerja pasif (yaitu dibaca)

Isim-isim yang manshub


Suatu Isim menjadi manshub dalam 11 keadaan:
  1. Khobar Kaana (خبر كان)
    Yaitu setiap khobar mubtada’ yang dimasuki oleh kaana atau saudaranya.

    Misal : كان الكتابُ جديدًا ( Kaana al kitaabu jadiidan) = (Adalah/dahulu) Buku itu baru.

    Kata جديدًا (= baru) merupakan khobar kaana, karena kata tersebut awalnya khobar mubtada’, setelah dimasuki kaana, maka istilahnya bukan khobar mubtada’ lagi, tetapi “khobar kaana”.

  2. Isim Inna (اسم إن)
    Yaitu setiap mubtada’ yang dimasuki oleh inna atau saudaranya.

    Misal : إنَّ الكتابَ جديدٌ (inna al kitaabu jadiidun) = Sesungguhnya buku itu baru.

    Kata الكتابَ (= buku) merupakan isim inna, karena karena kata tersebut awalnya mubtada’, setelah dimasuki inna, maka istilahnya bukan mubtada’ lagi, tetapi “isim inna”

  3. Maf’ul Bih (المفعول به)
    Yaitu isim manshub yang menunjukkan pada orang atau sesuatu yang dikenai suatu perbuatan. Dengan kata lain, maf’ul bih = objek.

    Misal : قـَرأ الطالبُ رسالةً (Qoro-a at-Tholibu risaalatan) = Siswa itu telah membaca surat.

    Kata رسالةً (= surat) merupakan maf’ul bih, karena yang dibaca adalah surat, jadi surat itu sebagai objek (maf’ul bih).

  4. Maf’ul Muthlaq ( المفعول المطلق)
    Yaitu isim manshub yang merupakan isim mashdar yang disebutkan untuk menekankan perbuatan, atau menjelaskan jenis atau bilangannya.

    Misal : حفظتُ الدرسَ حـِفظاً (hafizhtu ad darsa hifzhon) = Saya benar-benar menghafal pelajaran.

    Kata حـِفظاً (penghafalan) merupakan maf’ul muthlaq, karena merupakan isim masdar yang berfungsi untuk menekankan perbuatan, bermakna “benar-benar menghafal”

  5. Maf’ul Li ajlih ( المفعول لأجله)
    Yaitu isim manshub yang disebutkan setelah fi’il untuk menjelaskan sebab terjadinya perbuatan (merupakan jawaban dari “mengapa” perbuatan itu terjadi)

    Misal : حَضَرَ عليُّ إكراماً لِمحمدٍ (hadhoro ‘Aliyyun ikrooman li Muhammadin) = Ali hadir karena memuliakan Muhammad.

    Kata إكراماً (penghormatan) merupakan maf’ul liajlih, karena menjelaskan sebab Ali hadir, yaitu karena memuliakan ( إكراماً) Muhammad.


  6. Maf’ul Ma’ah ( المفعول معه)
    Yaitu isim manshub yang disebutkan setelah wawu yang maknanya bersama untuk menunjukkan kebersamaan.

    Misal : استيقظتُ و تغريدَ الطيور (istaiqozhtu wa tagriida at-Thuyuuri) = Saya bangun bersamaan dengan kicauan burung-burung.

    Kata تغريدَ (=kicauan) merupakan maf’ul ma’ah, karena didahului oleh huruf wawu ma’iyah, yang bermakna kebersamaan.

  7. Maf’ul Fih ( المفعول فيه)
    Yaitu isim manshub yang disebutkan untuk menjelaskan zaman (waktu) atau tempat terjadinya suatu perbuatan (merupakan jawaban dari “kapan” atau “dimana” perbuatan tersebut terjadi).

    Misal : سافرتْ الطائرةُ ليلا (saafarot at-thooirotu lailan) = Pesawat itu mengudara di malam hari.

    Kata ليلا (= malam hari) merupakan maf’ul fih, karena menjelaskan zaman (waktu).


  8. Haal (الحال)
    Yaitu isim nakiroh lagi manshub yang menjelaskan keadaan fa’il atau keadaan maf’ul bih ketika terjadinya suatu perbuatan (merupakan jawaban dari “bagaimana” terjadinya perbuatan tersebut)

    Misal : جاء الولد باكيا (jaa-a al waladu baakiyan) = Anak itu datang dalam keadaan menangis.

    Kata باكيا (=menangis) merupakan haal, karena menjelaskan keadaan subjek.

  9. Mustatsna (المستثنى)
    Yaitu isim manshub yang terletak setelah salah satu diantara alat-alat istitsna untuk menyelisihi hokum sebelumnya. Dengan kata lain, mustatsna = pengecualian.

    Misal : حَضَرَ الطلابُ إلا زيداً (hadhoro at-Thulaabu illa Zaidan) = para siswa hadir kecuali Zaid

    Kata زيداً (= Zaid) merupakan mustatsna, karena didahului oleh إلا (=kecuali) yang merupakan alat istitsna.

  10. Munada’ (المنادى)
    Yaitu isim yang terletak setelah salah satu diantara alat-alat nida’ (kata panggil).

    Misal : يا رجلا (yaa rojulan) = Wahai seorang lelaki!

    Kata رجلا (= seorang lelaki) merupakan munada’, karena didahului oleh يا (= wahai) yang merupakan salah satu alat nida’.

  11. Tamyiiz (التمييز)
    Yaitu isim nakiroh lagi mansub yang disebutkan untuk menjelaskan maksud dari kalimat sebelumnya yang rancu.

    Misal : اشتريتُ عشرين كتابا (Istaroitu ‘Isyriina kitaaban) = Saya membeli dua puluh buku.

    Kata كتابا (= buku) merupakan tamyiiz, karena buku tersebut menjelaskan ”dua puluh”, jikalau tidak ada kata “buku”, maka kalimat menjadi tidak jelas, “Saya membeli dua puluh”.

Isim-isim yang majrur


Suatu isim menjadi majrur dalam 2 keadaan:
  1. Di dahului oleh huruf jar (سبقه حرف جر)

    Misal : خرجتُ من المنزلِ (khorojtu minal manzili) = Saya keluar dari rumah.

    Kata المنزلِ (= rumah) merupakan isim majrur, karena didahului oleh مِن (min = dari) yang merupakan huruf jar.

  2. Mudhof Ilaih (مضاف إليه)
    Yaitu isim yang disandarkan ke isim sebelumnya.

    Misal : اشتريتُ خاَتِمَ حديدٍ (Isytaroitu khotima hadiidin) = Saya membeli cincin besi.

    Kata حديدٍ (= besi) merupakan mudhof ilaih, karena disandarkan kepada خاَتِمَ (= cincin) yang maknanya cincin yang terbuat dari besi.

Tambahan


Selain keadaan-keadaan tersebut, ada satu keadaan yang dapat menyebabkan suatu isim menjadi marfu’, atau manshub, atau majrur, tergantung kata sebelumnya, jika kata sebelumnya marfu’ maka isim tersebut menjadi marfu’, jika manshub maka manshub, dan jika majrur maka majrur. Keadaan tersebut dinamakan Taabi’ (تابع). 

Misal :
جاء رجلٌ كريمٌ (jaa-a rojulun kariimun) = Telah datang seorang lelaki yang mulia

رأئتُ رجلاً كريماً (ra-aitu rojulan kariiman) = Saya melihat seorang lelaki yang mulia

مررُ برجلِ كريمٍ (marortu bi rajulin kariimin) = Saya berpapasan dengan seorang lelaki yang mulia.

Perhatikan setiap kata كريم (kariim) pada tiga kalimat di atas, i'robnya sesuai dengan kata sebelumnya. 
Pada kalimat pertama i'robnya rofa' karena sebelumnya (yaitu رجلٌ ) ber-i'rob rofa'. 
Pada kalimat kedua, i'robnya nashob' karena sebelumnya (yaitu رجلاً) ber-i'rob nashob. 
Demikian juga pada kalimat ketiga, i'robnya jar karena sebelumnya (yaitu رجلِ ) ber-i'rob jar. 

Taabi’ (تابع) ini dibagi menjadi empat jenis, yaitu na’at (النعت), athof (العطف), taukid (التوكيد), dan badal (البدل). 
Pada tiga contoh kalimat di atas, termasuk jenis na'at.


isim


Isim ditinjau dari i'rob dan bina' (bisa atau tidaknya berubah pada huruf/harokat terakhirnya) dibagi menjadi dua yaitu isim mabni dan isim mu'rob.
Isim mabni adalah isim yang harokat / huruf terakhirnya TIDAK dapat berubah walaupun kedudukannya berubah di dalam kalimat.
Misalnya : kalimat هَذِهِ (haadzihi = ini), di dalam kalimat tidak akan pernah mengalami perubahan harokat/ huruf di akhir katanya, jadi selalu هَذِهِ (haadzihi)

Macam-macam isim mabni terdiri dari dhomir, isim isyaroh, isim maushul, isim syarat, isim istifham, dll. Pembahasan mengenai isim mabni ini akan diuraikan pada Pelajaran Shorof 4 yang akan datang, insyaAllah.


Sementara Isim mu'rob adalah isim yang harokat / huruf terakhirnya dapat berubah dengan berubahnya kedudukannya di dalam kalimat.
Misalnya: kalimat الرَجُل (ar-rajul = seorang laki-laki) di dalam kalimat bisa berakhiran dhommah (ar-rajulu), atau berakhiran fathah (ar-rajula), atau berakhiran kasroh (ar-rajuli).

Perubahan akhir kata ini bergantung pada kedudukannya (sebagai subjek, objek, mubtada', khobar, dll) di dalam kalimat, atau sesuai dengan i'robnya



Macam-macam isim mu'rob terdiri dari isim mufrod, mutsanna, jama' mudzakkar salim, jama' muannats salim, jama' taksir, isim maqshur, isim manqush, isim ghoiru munshorif, dan asma-ul khomsah.

Berikut adalah tabel tanda-tanda i'rob untuk masing-masing isim mu'rob :

Keterangan :


Pada tabel di atas, terdapat empat kolom.
  • kolom pertama :
    --> menunjukkan jenis-jenis isim mu'rob yang terdiri dari isim mufrod, isim maqshur, manqush, dst
  • kolom kedua:
    --> menerangkan tanda rofa' dari masing-masing isim mu'rob beserta contohnya.
  • kolom ketiga:
    --> menerangkan tanda nashob dari masing-masing isim mu'rob beserta contohnya.
  • kolom keempat:
    --> menerangkan tanda jarr dari masing-masing isim mu'rob beserta contohnya.


  • Misalnya : Isim mutsanna
    Pada tabel di atas:
    Tanda rofa'nya adalah dengan alif (ا), contohnya مُسلماَنِ (muslimaani)
    Tanda nashob-nya adalah dengan ya' (ي), contohnya مُسلمَيْنِِ (muslimaini)
    Tanda jar-nya adalah dengan ya' (ي) juga sama dengan tanda nashobnya, contohnyaمُسلمَيْنِِ (muslimaini).


Contoh penerapannya di dalam kalimat pada isim mutsanna tersebut:
  • Kalimat جاَءَ مُسلمَانِ (jaa-a Muslimaani) = Dua orang muslim telah datang.

    Kenapa مُسلمَانِ (muslimaani) ? Karena kedudukan "Dua orang muslim" itu sebagai subjek (yang datang adalah dua orang muslim). Secara kaidah (yang nanti akan lebih dijelaskan lagi), bahwa subjek (fa'il) ber-i'rob rofa', dan karena ber-i'rob rofa' maka tandanya dengan alif (sesuai dengan tabel di atas), sehingga penulisannya مُسلمَانِ (muslimaani).

  • Kalimat رأيتُ مُسلمَينِ (ro-aitu Muslimaini) = Saya melihat dua orang muslim itu.

    Kenapa مُسلمَيْنِ (muslimaani) ? Karena kedudukan "Dua orang muslim" itu sebagai objek (yang dilihat adalah dua orang muslim). Secara kaidah (yang nanti akan lebih dijelaskan lagi), bahwa objek ber-i'rob nashob', dan karena ber-i'rob nashob maka tandanya dengan ya' (sesuai dengan tabel di atas), sehingga penulisannya مُسلمَيْنِ (muslimaini).

  • Kalimat مَرَرتُ بِمُسلمَينِ (marortu bi muslimaini) = Saya berpapasan dengan dua orang muslim.

    Kenapa مُسلمَيْنِ (muslimaini) ? Karena kata "Muslimaini" itu diawali dengan huruf jar (yaitubi). Secara kaidah (yang nanti akan lebih dijelaskan lagi), bahwa setiap kata yang didahului oleh huruf jar adalah ber-i'rob jar (atau khofadh), dan karena ia ber-i'rob jar maka tandanya dengan ya' (sesuai dengan tabel di atas), sehingga penulisannya مُسلمَيْنِ (muslimaini).


Jadi, tidak semua tanda rofa' itu dhommah, tanda nashob itu fathah, dan tanda jar itu kasroh. Tanda-tanda asli itu hanya berlaku pada isim mufrod dan jama' taksir saja (coba lihat pada tabel di atas). Ada sebagian isim yang mirip dengan tanda asli tersebut seperti isim jama' muannats salim dan isim ghoiru munshorif.Hafalkanlah tabel di atas dengan cara Anda


Catatan:


Tidak semua yang rofa' itu subjek, Tidak semua yang nashob itu objek, dan Tidak semua yang jarr itu yang diawali oleh huruf jarr.

Nanti akan dibahas pada pelajaran berikutnya, kedudukan-kedudukan apa saja yang menyebabkan isim (kata benda) ber-i'rob rofa', nashob, dan jarr. Sebagai bayangan
  • isim yang ber-i'rob rofa', selain subjek (fa'il), juga naibul fa'il, mubtada', khobar, isim kaana, dankhobar inna..
  • isim yang ber-i'rob nashob, selain objek (maf'ulun bihi), juga khobar kaana, isim inna, maf'ul muthlaq, istitsna, haal, tamyiz, dll
  • isim yang ber-i'rob jarr, selain yang didahului oleh huruf jarr (majrur), juga mudhof ilaihi.

Pengertian I'rob (الإعراب)




I'rob adalah perubahan akhir kata karena perbedaan 'amil yang masuk pada kata tersebut, baik secara lafadz (jelas) atau muqoddaroh (tersembunyi). (Sumber: matan Al Ajrumiyyah)
  • perubahan
    Maksudnya adalah perubahan dari dhommah ke fathah, dari fathah ke kasroh, dari dhommah kesukun, dst.

  • akhir kata
    I'rob hanya membahas akhir kata sajatidak di depan dan tidak di tengah kata.

  • karena perbedaan 'amil yang masuk ke dalam kalimat.
    Perbedaan 'amil akan mengakibatkan perbedaan kedudukan suatu kata di dalam kalimat. Jadi perubahan akhir kata disebabkan oleh kedudukannya (sebagai subjek, objek, dst) yang berbeda-beda di dalam kalimat.

  • secara lafadz
    Tanda akhir katanya jelas, terlihat, dan terbaca, seperti dhommahfathahkasroh.

  • atau muqoddaroh.
    Tanda akhir katanya tidak terlihat dan tidak terbaca, dan ini dialami oleh kata-kata yang berakhiran huruf 'illah (huruf berpenyakit). Huruf-huruf 'illah ada 3 : alif (ى / ا), ya (ي), dan wawu (و).

Contoh I'rob


  • Kalimat جَـاءَ زيَـْدٌ (jaa-a Zaidun) = Zaid telah datang.

    Kata زيَـْدٌ (Zaidun) berakhiran dhommahKenapa dhommah?
    Karena 'amil dari kalimat ini (yaitu جَـاءَ = telah datang) menyebabkan kedudukan Zaid menjadi subjek (yang datang adalah si Zaid). Secara kaidah (yang nanti akan lebih dijelaskan lagi), bahwa subjek ber-i'rob rofa', dan tanda rofa' adalah dhommah.

  • Kalimat رَأيْتُ زَيْداً (ro-aitu Zaidan) = Saya melihat Zaid.

    Kata زَيْداً (Zaidan) berakhiran fathahKenapa fathah?
    Karena 'amil dari kalimat ini (yaitu رَأيْتُ = saya melihat) menyebabkan kedudukan Zaid menjadi objek (yang dilihat adalah si Zaid). Secara kaidah (yang nanti akan lebih dijelaskan lagi), bahwa objek ber-i'rob nashob, dan tanda nashob adalah fathah.

  • Kalimat مَرَرْتُ بِزَيْدٍ (marortu bi Zaidin) = Saya berpapasan dengan Zaid.

    Kata زَيْدٍ (Zaidin) berakhiran kasrohKenapa kasroh?
    Karena 'amil dari kalimat ini adalah huruf jarr (yaitu : بِ (bi) = dengan), dan setiap kata benda yang didahului oleh huruf jarr, maka i'robnya adalah jarr (khofadh), dan tandanya adalah dengan kasroh.
Kata "Zaid" (زيَـْد) pada ketiga kalimat di atas mengalami perubahan di akhir katanya secara lafadz(jelas terlihat dhommah, fathah, dan kasrohnya). Jika kata "Zaid" (زيَـْد) diganti dengan "Musa"(مُوْسَى), maka perubahannya tidak secara lafadz, tetapi secara muqoddaroh, karena kata مُوْسَىmengandung huruf 'illah di akhirnya , yaitu alif (ى). Maka kalimatnya akan menjadi:
  • جَـاءَ مُوْسَى (jaa-a Muusaa) = Musa telah datang.

  • رَأيْتُ مُوْسَى (ro-aitu Muusaa) = Saya melihat Musa.

  • مَرَرْتُ بِمُوْسَى (marortu bi Muusa) = Saya berpapasan dengan Musa.

Perhatikan, kata (مُوْسَى) tidak terlihat mengalami perubahan, namun sebenarnya kata "Musa"(مُوْسَى) pada ketiga kalimat di atas mengalami perubahan (dhommah, fathah, dan kasroh) seperti yang dialami oleh kata "Zaid" زيَـْد, akan tetapi perubahannya secara muqoddaroh (tersembunyi).



Macam-macam I'rob


Tadi sudah sekilas disinggung tentang macam-macam i'rob. I'rob terdiri dari 4 macam:
  1. Rofa' (رَفْعٌ)
    Tanda aslinya adalah dhommah

  2. Nashob (نَصْبٌ)
    Tanda aslinya adalah fathah

  3. Jarr (جَرٌّ) atau Khofad (خَفْضٌ), untuk selanjutnya kita gunakan "jarr".
    Tanda aslinya adalah kasroh

  4. Jazm (جَزْمٌ)
    Tanda aslinya adalah sukun

Catatan


  • Catatan pertama:
    • isim (kata benda) hanya memiliki 3 jenis i'rob, yaitu rofa', nashob, dan jarr.

    • fi'il mudhori' (kata kerja masa sekarang/akan datang), i'robnya juga 3, yaitu rofa', nashob, dan jazm.

    • fi'il madhi (kata kerja masa lampau), i'robnya tidak ada, karena fi'il madhi tidak bisa mengalami perubahan pada akhir katanya.

    • huruf, i'robnya juga tidak ada, huruf dihukumi mabni seperti fi'il madhi, yaitu tidak bisa mengalami perubahan pada akhir katanya.

  • Catatan kedua:
    Tidak semua isim memiliki i'rob.

    Ada beberapa isim yang tidak bisa mengalami perubahan di akhir katanya, seperti هذا (hadza) = ini,الذي (alladzi) = yang, مَتَى (mataa) = kapan, dll.
    Isim-isim ini dinamakan isim mabni, sementara isim-isim yang dapat mengalami perubahan di akhir katanya (yang memiliki i'rob) dinamakan isim mu'rob.

  • Catatan ketiga:
    Tidak semua tanda rofa' itu dhommah, tanda nashob itu fathah, tanda jarr itu kasroh, tanda jazm itu sukun.

    Tanda-tanda tersebut hanya berlaku untuk isim mufrod (seperti "Zaid" dan "Musa" pada contoh di atas) dan jama' taksir (yang bukan ghoiru munshorif).

    Adapun isim-isim lainnya, seperti isim mutsanna, isim jama' muannats salim, isim jama' mudzakkar salim, isim asmaa-ul khomsah, isim ghoiri munshorif, isim maqshur, dan isim manqush memiliki tanda-tanda rofa', nashob, dan jarr yang agak berbeda. InsyaAllah akan dibahas pada Pelajaran Nahwu 4 (tanda-tanda i'rob untuk semua isim tersebut).

  • Catatan keempat:
    Tidak semua yang rofa' itu subjek, Tidak semua yang nashob itu objek, dan Tidak semua yang jarr itu yang diawali oleh huruf jarr.

    Nanti akan dibahas pada pelajaran berikutnya, kedudukan-kedudukan apa saja yang menyebabkan isim (kata benda) ber-i'rob rofa', nashob, dan jarr. Dan apa saja yang menyebabkan fi'il mudhori' (kata kerja sekarang/masa depan) ber-i'rob rofa', nashob, dan jazm. Sebagai bayangan,
    • isim yang ber-i'rob rofa', selain fa'il (subjek), juga naibul fa'il, mubtada', khobar, isim kaana,dan khobar inna..
    • isim yang ber-i'rob nashob, selain maf'ulun bihi (objek), juga khobar kaana, isim inna, maf'ul muthlaq, istitsna, haal, tamyiz, dll
    • isim yang ber-i'rob jarr, selain majrur (yang didahului oleh huruf jarr), juga mudhof ilaihi.
    • fi'il (mudhori') yang ber-i'rob nashob adalah yang didahului oleh alat-alat penashob, seperti أَنْ (an), حتى (hatta), dll.
    • fi'il yang ber-i'rob jazm adalah yang didahului oleh alat-alat penjazm, seperti لَـمْ (lam), dll.
    • fi'il yang ber-i'rof rofa' adalah yang tidak didahului oleh alat penashob ataupun alat penjazm.

Kalimat Sempurna (الجُمْلَةُ المُفِيْدَةُ)



Kalimat sempurna adalah setiap lafadz yang terdiri dari dua kata atau lebih dan memberikan makna yang sempurna.
Misalnya :
  • Lafadz قَـامَ زَيْدٌ (Qooma Zaidun) = Zaid berdiri, terdiri dari dua kata dan memberikan makna yang sempurna, maka dinamakan kalimat sempurna.

  • Lafadz أبو عَلِيٍّ (Abu 'Aliyyin) = Bapaknya Ali ..., terdiri dari dua kata, tapi tidak memberikan makna sempurna (tidak ada keterangan yang menjelaskan keadaan Bapak Ali), sehingga tidak dapat dikatakan kalimat sempurna, baru dikatakan kalimat sempurna jika lafadznya
    أبو عليٍّ مَريْضٌ (Abu 'Aliyyin Mariidhun) = Bapaknya Ali sakit.

Peringatan!


Lafadz اِجْلِسْ (Ijlis) = duduklah, sekalipun hanya terdiri dari satu kata, tetapi dikategorikan kalimat sempurna, sebab asal kalimatnya adalah اِجْلِسْ أَنْتَ (Ijlis anta) = duduklah kamu, hanya saja kata "أنتَ" (anta) nya tidak disebutkan.

Untuk selanjutnya kita ganti istilah "kalimat sempurna" dengan istilah jumlah mufidah.


Pembagian Jumlah Mufidah


Jumlah mufidah di dalam bahasa arab terbagi kepada dua:
  1. Jumlah Ismiyyah.
    Yaitu jumlah yang diawali dengan isim. Seperti:
    • أحَمدُ طالِبٌ (Ahmadu thoolibun) = Ahmad adalah seorang siswa. Jumlah (kalimat) tersebut diawali dengan أحمد sehingga dinamakan jumlah ismiyyah.

    • Demikian juga dengan kalimat زَيْـنَـبُ تَـكْتُـبُ رِسَـاَلةً (Zainabu taktubu risalaatan) = Zainab menulis sebuah surat.
  2. Jumlah Fi'liyyah.
    Yaitu jumlah yang diawali dengan fi'il. Seperti:
    • سَافَـرَ محمدٌ (Saafaro Muhammadun) = Telah berpergian Muhammad. Jumlah (kalimat) tersebut diawali dengan سَافَـرَ (Saafaro), dimana سَافَـرَ merupakan fi'il, sehingga dinamakanjumlah fi'liyyah.

    • Demikian juga kalimat ضَرَبَ الوَلَدُ كَلْباً (Dhoroba al-waladu kalban) = Telah memukul anak itu seekor anjing

    • Perhatian!

      Dalam Bahasa Indonesia, kedua jumlah fi'liyyah di atas diterjemahkan :
      Muhammad telah berpergian;
      Anak itu telah memukul seekor anjing

Kata (الكلمة)





Kata (dalam ilmu nahwu diistilahkan al-kalimah) terdiri dari 3 jenis.
  1. Isim (الإسم) = kata benda.
    Yaitu kata yang menunjukkan makna orang, hewan, tumbuh-tumbuhan, benda mati, tempat, waktu, atau kata benda abstrak.
    Contoh:

    رَجُلٌ (rojulun) = seorang lelaki,

    أَسَدٌ (asadun) = singa,

    زَهْرَةٌ (zahrotun) = bunga,

    قَمَرٌ (qomarun) = bulan,

    القاَهِرَةُ (Alqoohiroh) = Kairo,

    يَومٌ (yaumun) = hari,

    اِسْتِقْلالٌ (istiqlaalun) = kemerdekaan.
    .
    Kita dapat mengenal isim pada kalimat dengan ciri-ciri berikut:
    • Berakhiran kasroh, seperti أنا في البَيْتِ, maka kata البيتِ adalah isim, sebab berakhirankasroh.
    • Berakhiran tanwin, seperti رأيتُ رَجُلاً, maka kata رَجُلاً adalah isim, sebab berakhiran tanwin.
    • Diawali dengan alim lam, seperti الشمسُ شرقَتْ, maka kata الشمسُ adalah isim sebab diawali alim lam.
    • Di dahului huruf jar (kata depan), seperti نَظَرْتُ إلى السماء, karena إلى merupakan huruf jar, maka kata setelahnya yaitu السماء adalah isim.

  2. Fi'il (الفِعل) = kata kerja.
    Yaitu kata yang menunjukkan suatu makna yang berkaitan dengan waktu (lampau, sekarang, dan akan datang).
    Contoh:

    كَتَبَ (kataba) = dia (lk) telah menulis.

    يَكْتُبُ (yaktubu) = dia (lk) sedang/akan menulis.


  3. Huruf (الحرْفُ) = kata depan, kata penghubung, atau kata sambung.
    Yaitu kata yang tidak bisa dipahami maknanya kecuali jika disandingkan dengan kata lain.
    Contoh:

    مِنْ (min) = dari,

    إلى (ila) = ke,

    فِي (fi) = di,

    بِ (bi) = dengan,

    وَ (wa) = dan,

    أوْ (aw) = atau,

    ثُمَّ (tsumma) = kemudian, dll.

Pengertian Nahwu (النحو)




Nahwu adalah ilmu yang mempelajari kaidah untuk mengenal fungsi-fungsi kata yang masuk pada kalimatmengenal hukum akhir kata, dan untuk mengenal cara mengi’rob. (Mulakhos Qowaidul Lughoh).
  • Mengenal fungsi-fungsi kata yang masuk dalam kalimat.
    Seperti fungsinya sebagai subjek (fa'il), objek (maf'ulun bihi), dll.
  • Mengenal hukum akhir kata.
    Seperti أحمدُ (Ahmadu), harokat akhirnya adalah dhommah, karena diakhiri dengan "u".
  • Mengenal cara meng'irobnya.
    I'rob di dalam ilmu nahwu ada 4, rofa'nashobjar, dan jazm. InsyaAllah akan dijelaskan pada pembahasan berikutnya.
Contoh kalimat:
َرَأى أحمدُ إبراهيم (ro'a ahmadu ibrohiima)

رأى = melihat
أحمدُ = Ahmad
إبراهيم = Ibrahim.

Dari kalimat di atas,

kata "ُأحمد" berharokat akhir dhommah (Ahmadu),
dan kata "إبراهيمَ "berharokat akhir fathah (Ibrohiima).

Di dalam ilmu nahwu, akan dipelajari bahwa setelah kata kerja (dalam kalimat tersebut kata kerjanya رأى), maka:
  • kata benda yang berharokat akhir dhommah fungsinya sebagai subjek,
  • dan yang berharokat akhir fathah fungsinya sebagai objek.

Sehingga kalimat tersebut diartikan, "Ahmad melihat Ibrahim", bukan "Ibrahim melihat Ahmad", karena Ahmad sebagai subjek (yang berharokat akhir dhommah) dan Ibrahim sebagai objek (yang berharokat akhirfathah).

Cara meng'irobnya:

رَأَى (ro'a) adalah kata kerja

أحمدُ adalah kata benda berfungsi subjek yang rofa' dan tanda rofa'nya dengan dhommah.

أبراهيمَ adalah kata benda berfungsi objek yang nashob dan tanda nashobnya dengan fathah
Pembahasan tentang I'rob rofa'nashobjar, dan jazm akan dipelajari lebih detail pada pembahasan-pembahasan berikutnya.