Siapa
yang tak ingin memiliki anak seorang penghapal Quran?? Tak hanya cerdas
secara intelektual saja, namun cerdas yang sesungguhnya dengan nilai
Qurani yang tertanam lekat di setiap langkah hidupnya. Ya, merekalah
generasi harapan bangsa ini. Merekalah generasi harapan dunia.
Mewujudkan
mimpi memiliki generasi yang cinta Qu’ran adalah hal yang mulia. Hal
tersebut nihil tercapai manakala mimpi itu tiada diazamkan sejak dini,
dan tidak diri sendiri, Ya, pasti kita tak lupa pada sosok keluarga
teladan Ustadzah Wiwirianingsih dengan 10 Bintang Penghapal Qurannya.
Meski saya atau Anda masih berada pada jangka jauh memiliki anak namun
tak ada salahnya mempersiapkan ilmunya sedini mungkin. Berhasil
merancang atau mempersiapkan sama dengan mempersiapkan keberhasilan,
bukan?
Bermula
dari sebuah ayat sederhana di QS. Al Qamar ayat 17, “Dan telah Kami
mudahkan Al Qur’an untuk peringatan, maka adakah orang yang mengambil
pelajaran?” Ternyata, ayat dengan redaksi yang sama persis Allah ulang
sebanyak 4 kali. Selain di ayat 17, di surat yang sama, termaktub pula
di ayat 22, 32, dan 40. Penegasan yang mantap dari Allah ta’ala. Pun
dinyatakan pula oleh baginda Rasul bahwa sebaik-baik manusia adalah yang
belajar Quran dan mengajarkannya.
Saya terinspirasi oleh workshop Quran Learning for Children
yang diselenggarakan Rumah Qurani. Agenda yang berlangsung pada 22-23
Juni di Wisma Telkomsel ini membuka tabir pengetahuan saya betapa mimpi
memiliki generasi penghapal Quran adalah amat tepat. Anak, tak lagi
diragukan potensi yang Allah anugerahkan pada mereka. Masa golden age
hingga kisaran 3 tahun menjadi titik penentu terpenting bagi orang tua
dalam proses suksesi pendidikan anak mereka. Nah, pada saat inilah
internalisasi nilai dan pembelajaran Quran sangat tepat diterapkan.
Mengajarkan
Quran pada anak kuncinya ada pada satu hal. Dikatakan oleh Adhi Fikri,
sang penyaji, yang terpenting adalah anak merasa senang terlibat (engage happily)
di dalamnya. Menumbuhkan rasa senang itu dapat ditempuh melalui cerita.
Ya, cerita menjadi media efektif penanaman dan pengajaran Quran pada
anak. Pembacaan cerita menurut Englehert (2011) adalah sebuah seni.
Pembacaan cerita menjadi aktivitas yang sangat baik bagi anak. Collins
dalam Isbell (2004) menyatakan bahwa pembacaan cerita pada anak
memberikan keteladanan bahasa dan pemikiran yang dapat mereka contoh.
Maka tak heran, hingga usia kita yang telah memasuki kepala dua, tiga,
bahkan lima puluhan masih saja ada sepenggal memori tentang kisah yang
dibawakan saat kita kecil dahulu.
Adhi
Fikri yang merupakan pendiri Rumah Qurani benar-benar menerapkan teori
yang dikemukakan di atas. Bermula dari sebuah garasi yang mungil, ia
mendidik anak-anak Rumah Qurani dengan kisah atau cerita. Tak ada
tekanan apapun pada anak untuk menghapal ayat-ayat Quran. Dengan
sendirinya, setelah anak antusias untuk mendengar cerita yang Adhi
bawakan maka mereka menghapal bahkan lebih luar biasa dari
ekspektasinya. Anak yang berada di bawah bimbingan Rumah Quran mampu
memvisualisasikan ayat dengan sangat baik. Mereka memang diajarkan
metode menghapal Quran dengan isyarat. Metode ini menuntun anak untuk
memvisualisasikan ayat lewat gerak kinestetik atau motorik. Saat metode
ini diaplikasikan, maka kerja menghapal menjadi lebih mudah lantaran
otak kanan berperan lebih aktif dalam proses ini.
Adhi
Fikri yang telah membina anak untuk menghapal Quran melalui cerita
telah berkiprah selama 11 tahun di dunia itu. Kemahirannya untuk menarik
perhatian anak, memerankan karakter dalam ayat, bernain suara, dll
membuat potensi menghapal Quran anak melejit dengan sempurna. Anak-anak
ia ajak untuk terlibat aktif secara verbal, emosi bahkan fisik (gerak)
dalam penuturan cerita ayat Quran. Dan lagi, ia pun mulanya dikejutkan
dengan akselerasi hapalan anak yang melesat tajam. Anak yang ia bimbing
pun mampu dengan cepat menyebutkan bunyi ayat saat pengetesan hapalan
Quran secara acak. Anak juga mampu mentasmi’ hapalan Quran terbalik
(dari ayat akhir menuju awal). Hal ini semakin membuat takjub akan
kekuasaan Allah yang anugerahkan kecerdasan pada anak.
Maka
tak ada lagi beralasan untuk tidak menerapkannya. Saatnya, kita
menyiapkan dan mencetak generasi Rabbani dengan jiwa-jiwa Qur’an sejak
dini. Semoga dari tangan dan rahim para muslimah Indonesia lahir
generasi hafiz & hafizah yang menjadi pemimpin dan rahmat bagi
semesta alam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar