Pemuda itu menangis tersedu-sedu di samping mihrab mesjid. Mushaf ia
dekap erat-kuat ke dadanya. Sesekali ia me-lap air mata yang meleleh. Ia
merasa begitu rapuh dan lemah. Begitu tak berdaya menghadapi seorang
wanita. Ia telah tergila-gila pada wanita itu. Senyuman wanita itu bagai
purnama di gelap gulita malam. Suara wanita itu laksana nyanyian
bidadari yang merasuk ke pori-pori jiwanya.
Ia menangisi
dirinya yang tak lagi bisa merasakan nikmatnya berzikir. Menangisi
hatinya yang tak lagi bisa khusyuk dalam shalat. Menangisi pikirannya
yang selalu membawanya terbang ke wanita itu. Oh, sungguh hebat
deritanya. Dulu ia begitu kokoh dan teguh. Orang-orang menganggapnya
seorang laki-laki yang punya prinsip dan berkarakter. Apalagi saat
orang-orang tahu dia begitu mampu menjaga hubungan dengan wanita,
popularitas keshalehannnya semakin dikenal dan menjadi buah bibir.
Itu dulu, namun kini ia begitu tak berdaya dan rapuh. Wanita itu
betul-betul telah membuatnya terpikat. Seorang wanita yang dalam
pandangannya begitu anggun dan sempurna. Cantik, manis, cerdas, hafal
al-Qur`an, sopan dan lembut dan lain-lainya. Seorang wanita yang
menurutnya layak dijadikan pasangan hidup menuju sorga. Seorang wanita
yang semua kriteria calon istri dambaan ia temukan pada dirinya.
Hampir tiap malam ia menangis. Jika dulu, ia menangis di kegelapan
malam karena dimabuk rindu pada Sang Pencipta, kini ia menangis karena
dimabuk rindu pada makhluk-Nya. Apakah Allah tengah menguji dirinya.
Apakah Allah tengah menguji kejujuran cintanya. Ataukah memang sudah
waktunya ia menikah.
Ia teringat dengan pesan-pesan Ustadznya sebelum berangkat ke Mesir dulu, pesan-pesan yang masih terekam kuat dalam memorinya.
"Anakku, ketahuilah dalam perjalanmu menuntut ilmu nanti, kamu akan
diuji dengan banyak hal, dengan kesusahan hidup, kesulitan biaya,
lingkungan, kawan-kawan, dan lainnya. Teguhkan selalu niat di hatimu dan
mintalah pertolongan pada Allah setiap waktu. Dan ingatlah, ujian
terberat yang akan kamu hadapi nanti adalah wanita, maka berhati-hatilah
menghadapi wanita. Jangan pernah mengikuti ajakan nafsu yang
menyesatkan."
"Anakku, berpacaran yang saat ini banyak
digandrungi anak-anak muda adalah sikap laki-laki bermental kerupuk dan
pecundang dan tipe wanita yang tak punya harga diri, menjalin hubungan
secara syar`i dan menikahi dengan cara-cara yang baik, itulah akhlak
seorang laki-laki yang didamba dan sikap seorang wanita calon penghuni
sorga. Bila godaan itu terasa berat bagimu, berpuasa tak sanggup
mengobatimu, maka menikahlah, insya Allah itu lebih berkah dan
mengantarkan pada kebaikan."
"Anakku, jika kamu mengira
berpacaran itu adalah jalan menuju pernikahan, maka engkau telah tertipu
oleh nafsumu. Engkau telah termakan bujuk rayu setan durjana. Apakah
engkau mau memetik buah dari pohon sebelum waktunya? Apakah engkau mau
membeli barang yang telah usang dan pernah dipakai orang?"
"Anakku, janganlah engkau mengira, pacaran yang Ustadz maksud bertemu
dan jalan berdua-duan semata, tapi jagalah matamu, pendengaranmu, hatimu
dan pikiranmu. Janganlah menjadi pemuda yang lemah. Ingatlah, engkau
adalah pemimpin, jangan biarkan hawa nafsu yang memimpinmu."
"Jika suatu saat nanti, dorongan untuk menikah begitu kuat dan menyesak
di dadamu, engkau merasa telah siap, namun orang tua belum merestui dan
ada jalan lain yang menghambat. Ustadz sarankan, bersabarlah,
bersabarlah, dan bersabarlah. Sembari terus mencoba dan berdoa tiada
henti pada Allah. Sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar. Dan
ketahuilah, orang-orang yang sabar akan mendapatkan pahala yang
berlipat, dan orang-orang sabar akan memetik mutiara iman yang begitu
banyak dalam kesabarannya itu. Dan yakinlah sesungguhnya bersama satu
kesulitan ada banyak kemudahan."
"Anakku, jangalah engkau
tergoda oleh nafsumu, janganlah engkau tertipu dengan bisikan musuhmu,
setan durjana. Mungkin Allah tengah mengujimu, dan menyiapkan untukmu
hadiah yang indah. Maka selalulah berbaik sangka pada Allah."
Nasehat-nasehat berharga itu begitu mampu menjadi penawar bagi hatinya
yang gelisah. Tapi, itu hanya bertahan sebentar, ledakan perasaannya
pada wanita itu ternyata lebih dahsyat dan meluap-luap. Pesan-pesan itu
hanya bertahan sesaat, lalu ketika desakan perasaan itu kembali merasuki
jiwa, ia menjadi begitu rapuh dan lemah.
Sampai pada akhirnya
ia menelpon Ustadznya di Indonesia. Ia menceritakan kegelisahan hatinya,
keresahan jiwa, dan gejolak rasa yang selalu menyesak di dadanya.
Ustadznya berpesan kembali,
"Anakku, Ustadz bisa memahami
keadaanmu, barangkali sudah waktunya bagimu untuk menggenapkan setengah
agamamu. Ustadz sarankan lakukanlah shalat istikharah, jika engkau
menemukan ada tanda-tanda ke arah sana, maka lakukanlah shalat hajat
sebanyak-banyaknya, insya Allah, mudah-mudahan dengan cara demikian
Allah membuka jalan untukmu. Mintalah pada Allah dengan air mata penuh
harap, menangislah sejadi-jadinya di hadapan Allah. Yakinlah, Allah
tidak akan menyia-nyiakan hamba-Nya."
Satu tahun kemudian,
sesudah kesabaran yang panjang, setelah menyelesaikan hafalan
al-Qur`annya, ia pun menggenapkan setengah agamanya di penghujung bulan
Juni 2010. Ia sangat bahagia. Kebahagiaan yang tak bisa dlukiskan dengan
kata-kata. Ia telah menikah dengan wanita dambaannya, seorang wanita
sorga yang Allah hadirkan ke bumi untuknya. Allah telah memilihkan
untuknya seorang pendamping hidup yang mecintai Allah dan dirinya dengan
sepenuh jiwa dan raga.
Tak sia-sia selama ini ia menjaga
dirinya dari tergelincir pada perbuatan yang haram. Ia sampaikan
kerinduannya terhadap wanita itu pada Allah setiap malam, ia titipkan
penjagaan untuk wanita itu pada Allah setiap saat. Ia hantarkan doa-doa
penuh ketulusan untuk kebaikan dan keselamatan wanita itu selama ini.
Dan kini, Allah mengizinkannya untuk memetik buah kesabarannya selama
ini. Sesungguhnya Allah tidak menyia-nyiakan hamba yang berserah diri
pada-Nya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar